Bingung [Jadi Karyawan atau Pengusaha]...?????????????????????????
Pertanyaan di atas ramai diperbincangkan belakangan ini dan menjadi topik pembicaraan yang menarik. Pemicunya pun sudah dapat ditebak: seminar-seminar motivasi yang kini semakin menjamur.
Berbagai seminar tersebut sangat menarik dan sungguh menyemangati kita untuk beralih profesi dari karyawan menjadi pengusaha. Menjadi pengusaha memang sungguh menjanjikan. Kita dapat lebih cepat mengumpulkan kekayaan dan sekaligus menjadi orang yang terhormat. Menjadi pengusahapun berkontribusi langsung terhadap kemajuan suatu bangsa.
Konon suatu negara baru dapat dikatakan makmur bila jumlah wirausahanya mencapai 2% dari total penduduk. Bahkan sebuah hadits Nabi pun dikutip untuk memperkuat argumen ini. Hadits tersebut mengatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki diperoleh dengan berwirausaha.
Semua argumen tersebut telah menjadi wacana yang mengemuka dalam masyarakat kita. Ini membuat banyak orang banting stir menjadi pengusaha. Menjadi pengusaha seakan-akan menempatkan kita di posisi yang lebih terhormat daripada menjadi karyawan. Pengusaha adalah warga kelas satu sementara karyawan seakan menjadi warga kelas dua.
Bahkan seorang kawan saya yang bergaji puluhan juta rupiah pun ketika ditanya mengenai pekerjaannya sama sekali tidak menunjukkan kebanggaan dan hanya berkata singkat, “Saya ini hanya buruh.” Kawan yang lain bilang, “ Saya hanya orang gajian. Saya masih bekerja dengan orang lain.” Padahal, boleh jadi nasibnya jauh lebih beruntung daripada mereka yang kini sudah beralih profesi menjadi pengusaha.
Rumput tetangga memang selalu lebih hijau. Saya kira pepatah lama itu masih relevan untuk menggambarkan kegalauan yang kini banyak diderita oleh para karyawan dan pengusaha. Karyawan merasa minder dan kehilangan kebanggaan terhadap pekerjaan mereka. Mereka merasa kalah set dengan teman-temannya yang telah menjadi pengusaha.
Sebaliknya banyak juga pengusaha yang malah membayangkan betapa nikmatnya menjadi seorang karyawan: tidak harus pusing memikirkan bagaimana mengembangkan usaha dan membayar gaji karyawan. Mereka baru menyadari bahwa menjadi pengusaha ternyata tidak mudah dan juga tidak aman.
Setelah menjalani usaha beberapa waktu lamanya mereka kini berhadapan dengan jalan buntu. Mereka tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat untuk mengembangkan bisnisnya. Jadilah kedua kelompok itu menderita kegalauan yang tidak berujung.
Tujuan yang Salah
Kegalauan semacam itu mestinya tidak perlu terjadi kalau kita memulai segala sesuatu dengan tujuan yang benar. Namun, di sinilah letak masalahnya. Banyak orang yang menjalani profesi sebagai pengusaha maupun karyawan memulainya dengan tujuan yang salah. Atau bahkan mereka tidak pernah memikirkan tujuan apa pun tetapi hanya menjalani kehidupan sesuai dengan tren yang mutakhir.
Banyak orang banting stir menjadi pengusaha karena menginginkan kekayaan yang berlimpah. Mereka sudah membayangkan bahwa dengan kekayaan yang berlimpah itu mereka bisa hidup dengan nyaman, bebas berbelanja serta berlibur dengan keluarga keluar negeri.
Selain itu, mereka juga akan memiliki waktu luang yang tidak terbatas. Para calon pengusaha itu mendambakan apa yang disebutnya sebagai work life balance. Ini yang tidak akan mereka dapatkan selama menjadi karyawan. Karena itu mereka berlomba menjadi pengusaha agar mempunyai banyak waktu dengan anggota keluarga. Selain itu, ada juga yang menjadi pengusaha karena alasan ego: ingin menjadi bos terhadap diri sendiri dan tidak mau lagi diperintah oleh atasan.
Semua alasan ini sungguh tidak tepat. Orang-orang yang menganut alasan tersebut sesungguhnya telah salah kaprah. Mereka hanya membayangkan hal-hal yang nyaman saja dari seorang pengusaha. Mereka lupa bahwa menjadi pengusaha sesungguhnya berarti harus bekerja jauh lebih keras dibandingkan dengan menjadi karyawan.
Mereka lupa bahwa menjadi pengusaha akan membuat mereka kehilangan waktu lebih banyak karena tuntutan untuk selalu memikirkan bisnis. Mereka juga akan berada pada 'zona tidak nyaman' karena boleh jadi akan senantiasa dibayangi oleh risiko kebangkrutan yang bisa terjadi kapan saja.
Menjadi pengusaha sesungguhnya berarti harus bekerja jauh lebih keras daripada menjadi karyawan. Keinginan untuk hidup enak dan mudah ini sesungguhnya sangat bertentangan dengan etos kerja pengusaha dan inilah yang sering membuat seorang pengusaha gagal dalam menjalankan bisnisnya.
Hal ini sesungguhnya bisa dicegah kalau kita mempunyai paradigma yang benar tentang wirausaha. Sesungguhnya alasan terbaik untuk menjadi pengusaha adalah bagaimana agar kita bisa lebih memanfaatkan potensi diri kita, mengembangkan diri sebaik mungkin dan menjadi individu yang bernilai tambah bagi orang lain.
Yang Mana Calling Anda?
Yang menarik yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa tidak semua orang dikirim Tuhan ke dunia ini untuk menjadi pengusaha. Karena itu kita harus pandai-pandai membaca sinyal-sinyalnya. Anda mungkin berbakat menjadi pengusaha kalau Anda mempunyai energi lebih yang tidak dapat terakomodasi dalam sebuah posisi di organisasi.
Anda mungkin juga mempunyai banyak ide yang akan sulit diwujudkan selama Anda berada di bawah kendali orang lain. Sinyal-sinyal itulah yang saya sebut dengan calling (panggilan). Panggilan itu sendiri sejatinya berasal dari Tuhan. Jadi ada orang yang memang sudah diutus Tuhan ke dunia ini untuk memberi manfaat kepada banyak orang dengan menjadi pengusaha. Mereka dibekali ide yang luar biasa banyak dan diberikan kemampuan yang luar biasa besar untuk membaca dan memanfaatkan peluang.
Sebaliknya, ada orang-orang tertentu yang calling-nya adalah sebagai profesional. Mereka juga dianugerahi talenta yang luar biasa dari Tuhan tetapi talenta tersebut bukanlah dalam bentuk kemampuan membaca peluang seperti yang dimiliki oleh pengusaha. Orang-orang seperti ini lebih cocok menjadi karyawan, karena dengan menjadi karyawan ini mereka bisa memberikan nilai tambah yang luar biasa kepada orang lain.
Mereka adalah para profesional yang menguasai bidangnya tetapi tidak ingin dibebani dengan berbagai risiko seperti yang dialami oleh para pengusaha.
Jadi kesimpulannya, setiap orang memiliki calling-nya masing-masing apakah menjadi karyawan atau menjadi pengusaha, karena itu tugas kita semua adalah menemukan calling kita masing-masing dan menjalankan kehidupan sesuai dengan calling kita itu. Menjadi karyawan dan pengusaha itu sama mulianya sejauh kita bisa mengabdikan hidup kita untuk memberikan nilai tambah kepada sesama manusia.
Senin, 06 Agustus 2012
Bingung [Jadi Karyawan atau Pengusaha]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2012
(54)
-
▼
Agustus
(11)
- 5 Bahaya duduk terlalu lama didepan komputer
- Bahaya Merokok sambil BAB...
- Harga Mobil di Singapura Setara Rumah di Amerika
- Alasan Wanita lebih senang Nggosip
- Teori Manajemen [Makalah Pengembangan Karir]
- 6 Jenis air dilarang Konsumsi
- Tak Ingin Putus [Jarak Jauh]
- Menjadi Seorang Karyawan
- Spesies Manusia di China
- Gagal...! Alasan & Cara Memperlakukannya.
- Bingung [Jadi Karyawan atau Pengusaha]
-
▼
Agustus
(11)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas Umpan baliknya, Good Lucky...!
GOD Bless Us....!